Kota ini memang berpenduduk heterogen bukan hanya keanekaragaman etnisnya saja, tapi juga keragaman agama dan keyakinannya. Disini mereka hidup berdampingan dan menjalankan ibadah dengan tertib dan tetap toleran terhadap sesama. Perbedaan agama di Medan sudah menjadi hal yang biasa mengingat pendahulu meraka yang berasal dari berbagai daerah dan menyebarkan agama (misal sembari berdagang).
Dalam kunjungan melakukan kegiatan modul nusantara kali ini, saya dan rombongan mengunjungi tempat-tempat yang didominasi oleh tempat ibadah. Di Medan, banyak ditemui tempat yang memiliki berbagai tempat ibadah. Misalnya di kecamatan Medan Polonesia dimana satu lahan berisi masjid, gereja, dan kuil. Jika ada salah satu penganut agama (misal Islam) yang sedang beribadah, maka penganut agama lain mengalah untuk beribadah setelahnya (atau juga bisa berbagi lahan parkir).
Hari ini tempat pertama yang kami kunjungi yaitu Masjid Raya Medan. Masjid ini masih berhubungan dengan Kejayaan Kesultanan Deli. Modal pembangunan masjid ini konon katanya dibantu oleh seorang pedagang kaya dari China yang juga merupakan sosok berpengaruh di kota Medan bernama Tjong A Fie. Masjid ini didominasi oleh warna putih, biru, dan kuningandangan kubah berwarna biru gelap yang mencirikan budaya Melayu. Tempat ini memiliki halaman yang cukup luas dan berkeramik yang membuatnya dingin walau cuaca sedang panas. Berhubung ini merupakan rumah ibadah umat Islam, maka bagi perempuan yang tidak memakai kerudung wajib memakai penutup kepala, penjaga disini juga menyediakan jika pengunjung tidak membawanya.
Tempat kedua bernama Vihara Gunung Timur. Saya ke tempat ini saat sore hari dimana cuaca tidak terlalu panas. Tempat ini adalah kelenteg Tionghoa terbesar di kota Medan, bangunannya menghadap ke arah sungai Baburayang dipercaya membawa keberuntugan kelenteng ini. Arsitektur bangunan didominasi warna merah dan kuning. Disini terdapat banyak patung sebagai hiasan. Ada pula pagoda dan menara yang unik di depan vihara ini. Namun sayangnya, saat saya ke sini tidak berkesempatan untuk memasuki vihara dikarenakan ada upacara.
Kunjungan dilanjutkan ketika sore menjelang petang ke kuil Shri Mariamman. Sebuah kuila yang terletak di perkampungan India bernama Madras Hulu, yaitu perkampungan yang ditinggali oleh keturunan India yang ada di Medan. Disini juga ada berbagai kuliner khas India yang dikelola sendiri oleh orang keturunan India. Di kuil ini kami disambut oleh penjaga kuil yang sekaligus akan menjelaskan tentangg kuil ini.
Kuil ini merupakan kuil Hindu tertua di Medan. Kuil yang menstanakan lima dewa, masing-masing Dewa Shri Vinayagar, Shri Murugan, dan Dewi Shri Marriaman ini sering dipenuhi umat Hindu apabila festival Deepawali dan Thaipusam diadakan di sini. Kuil ini dibuka untuk umum dijam-jam tertentu agar tidak mengganggu ibadah.
Malam pun tiba kan kami melanjutkan perjalanan ke satu tempat ibadah yang berarsitektur unik keesokan paginya. Namanya Graha Maria Annai Velangkanni, yaitu gereja khatolik yang unik karena memiliki arsitektur bergaya India (Hindu). Hal ini dikarenakan orang yang membangun gereja ini berasal dari India yang beragama Katolik. Bentuk bangunannya pun terlihat seperti kuil. Gereja ini memiliki tiga lantai utama dengan lantai dua sebagai tempat jemaat untuk beribadah. Di bagian depan gereja terdapat tangga di sisi kanan dan kiri yang memiliki makna bahwa tempat ini bisa merangkul semua lapisan masyarakat apalagi Medan adalah kota multietnis. Hal ini juga diterapkan pada nama “Graha” bukan “Gereja”. Nama Maria Velangkanni berarti bahwa bunda Maria pernah menampakkan diri di Velangkanni, India. Gereja ini hanya ada dua di dunia, di Medan dan di India sehingga tempat ini dibuka sebagai tempat wisata untuk umum yang tentunya harus mengikuti regulasi dan peraturan yang ada. Saya dan rombongan dipandu oleh seorang suster untuk mengelilingi Graha Maria untuk tour singkat. Disana kami ditunjukkan sumber mata air suci yang awalnya diceritakan bahwa lantai di tempat tersebut lebih lembab dari lantai normal. Saat dilihat oleh “orang pintar” ternyata lantai itu ternyata terdapat air suci. Saat ini air suci tersebut bisa didapatkan oleh semua orang dengan membayar sedekah.
Graha Maria Annai Velangkanni Kuil Shri Marriaman Vihara Gunung Timur
Setelah berkeliling ke berbagai tempat ibadah di kota Medan (apalagi di waktu yang berdekatan), membuat saya tersadar bahwa perbedaanlah yang justru membuat hubungan antar umat disini menjadi lebih berwarna dan rasa persatuan semakin terasa indah. Dan perbedaan juga tidak seharusnya dipermasalahkan. Walaupun berpenduduk multietnis, disini warganya saling membantu dan bisa hidup rukun tanpa membawa perbedaan tersebuit menjadi suatu masalah. Perjalanan saya selanjutnya akan berkecimpung di dunia kuliner yang ada di daerah ini, semoga lekas berjumpa lagi.
Bersambung…