Berpredikat sebagai kota terbesar ketiga di Indoensia, Medan merupakan pintu gerbang Indonesia bagian barat yang membuatnya memiliki penduduk multietnis sehingga menjadikannya sebagai kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Medan juga akan menjadi bagian dari cerita menarik lainnya disini.
Hari ini, Jumat 26 November 2021 adalah perjalanan pertama saya menuju kota yang akan membuka perspektif baru untuk melihat dunia lebih luas, Medan. Tempat baru saya sebab program pertukaran pelajar dimana awalnya saya ikuti tanpa niat yang pasti. Sebenarnya keberangkatan saya seharusnya sejak bulan Agustus lalu, namun pandemi yang masih genting membuat jadwal terundur hingga November. Sebelum berangkat tentunya swab antigen atau PCR diwajibkan demi keselamatan bersama. Flight pertama pukul 12.30 WIB dari bandar udara Juanda Surabaya menuju Hang Nadim Batam untuk transit. Awalnya saya kira transit membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu flight kedua, ternyata hanya mampir screening barang dan sholat ashar saja sudah ada peringatan untuk keberangkatan selanjutnya.
Di flight kedua dari Hang Nadim ke Kualanamu Medan, saya bersebalahan dengan seorang dokter gigi yang ditugaskan di Batam hendak menuju Medan, daerah asalnya. Beliau lulusan USU yang juga seorang nasrani. Awalnya saya tidak peduli siapa dan apa agamanya, namun ibu itu bercerita tentang kota kelahirannya dan keberagamannya. Disana semua orang bisa hidup rukun berdampingan, banyak rumah ibadah yang berdekatan. Kalau ada sholat jum’at yang bersamaan dengan ibadah di gereja, maka ibadah dijeda hingga sholat jum’at selesai. Banyak juga keturunan China dan India disana, kondisi gegorafis yang berdekatan dengan Malaysia dan Singapura membuat Medan memiliki penduduk multietnis. Perbedaan sudah biasa terjadi di Medan, walau hal kecil, itu merupakan salah satu peristiwa yang indah. Banyak hal yang ibu itu ceritakan, namun sayangnya saat landing saya tidak sempat mengucap perpisahan dengan beliau.
Kualanamu menyambut saya dengan tenangnya petang, persis ketika jingga akan lenyap berganti hitam. Sekitar dua jam saya di Kualanamu untuk menunggu kawan yang belum landing, PIC saya yaitu pak Adit dan bu Winda telah menyiapkan kedatangan kami di bandara. Setelah rombongan terakhir sudah sampai, kami segera menuju rumah baru bernama Nemu Living, sebuah rumah yang ada di Piazza Residence yang terletak di kecamatan Medan Helvetia. Kawan-kawan yang sudah sampai terlebih dahulu menyambut kami dengan hangat. Rumah empat lantai itu terlihat indah nan nyaman untuk ditinggali. Dalam hati saya bergumam, inikah rumah saya? Inikah tempat saya berproses selama dua bulan di Medan? Apa rumah ini bisa membuat saya merasakan sebuah “rumah”? Semoga, iya.
Besambung…