Ikom.umsida.ac.id – Bahasa merupakan identitas dan alat komunikasi di era modern yang serba cepat. Cara Gen Z berpikir, berkomunikasi, dan berbicara dipengaruhi oleh pola bahasa yang mereka buat karena tumbuh bersama internet.
Bahasa gaul digital generasi Z telah membentuk lingkungan komunikasi baru yang segar, fleksibel, dan terus berkembang, mulai dari singkatan random hingga istilah hybrid dari bahasa Indonesia, Inggris, bahkan Korea.
Bahasa Gaul: Lebih dari Sekadar Candaan

Istilah seperti santuy, gabut, bestie, receh, gaje, cringe, fyp, red flag, gamon, hingga singkatan dari bahasa inggris yang unik seperti OTW, FOMO, dan LOL, bukan lagi sekadar kata-kata ringan. Bagi Gen Z, bahasa ini memiliki tujuan sosial yang lebih dalam, yaitu membangun hubungan.
“Menurutku penting banget sih, selain bikin ngerasa gaul dan ngikutin zaman, waktu kita ngobrol pakai istilah Gen Z bikin ngerasa lebih kekinian dan keren,” ungkap Chely seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi.
Tren bahasa ini berasal dari media sosial. TikTok, X (dulu Twitter), Instagram, dan Weverse untuk penggemar K-pop adalah tempat yang ideal untuk munculnya kosa kata baru.
Satu kata menjadi viral dalam beberapa jam dan kemudian tersebar luas. Fakta ini menunjukkan bahwa bahasa tidak lagi sepenuhnya ditentukan oleh institusi formal, tetapi oleh komunitas online yang terus berkembang dan fleksibel.
Baca juga: Persiapan Maba di Awal Semester untuk Menyongsong Perkuliahan
Identitas, Kreativitas, dan Eksklusivitas
Bahasa gaul digital tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga simbol identitas. Gen Z memakainya untuk menunjukkan siapa mereka dan di mana mereka berada.
Istilah seperti slay atau queen populer di budaya pop global, sedangkan ngabers atau mabar lahir dari dunia gim.
Kreativitas menjadi kunci bagi Gen Z yang sering mencipta kata baru dari plesetan, singkatan, atau typo yang kemudian dipakai bersama.
Contohnya, istilah anjay yang awalnya lelucon kini akrab di percakapan sehari-hari, baik online maupun offline.
Ada juga dimensi eksklusivitas. Mereka yang tidak mengikuti arus kadang merasa “ketinggalan bahasa”. Di sinilah bahasa gaul digital sekaligus berperan sebagai pagar sosial yang membedakan “yang update” dan “yang tidak”.
Baca juga: Magang di Intro Wisata: Mahasiswa Ilmu Komunikasi Asah Potensi dan Kreativitas
Tantangan dalam Dunia Serba Digital
Meskipun menarik, fenomena ini memiliki masalah. Penggunaan bahasa gaul sering membingungkan generasi yang lebih tua.
Guru, dosen, bahkan orang tua kerap kewalahan memahami istilah yang berubah begitu cepat. Hal ini menimbulkan jarak komunikasi antargenerasi.
Selain itu, penggunaan bahasa gaul yang berlebihan dapat berdampak negatif pada kemampuan untuk berkomunikasi secara formal.
Ketika menulis teks akademik atau dokumen resmi, beberapa orang mungkin menghadapi kesulitan karena kebiasaan menyingkat kata atau mencampur bahasa.
Para pengamat bahasa, menganggap hal ini sebagai bagian dari proses alami. Bahasa selalu berubah sesuai dengan zaman, dan bahasa gaul digital adalah salah satu contohnya.
Masa Depan Bahasa di Tangan Gen Z
Tidak diragukan lagi Gen Z telah membuat “kamus digital” mereka sendiri. Bahasa gaul digital adalah bagian dari budaya komunikasi global.
Fenomena ini menunjukkan peran teknologi dalam membentuk cara manusia berbicara dan menunjukkan betapa fleksibelnya bahasa untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
Bahasa gaul digital diperkirakan akan terus berkembang, dan mungkin ada beberapa istilah yang akan dimasukkan ke dalam kamus resmi di masa mendatang.
Beberapa istilah telah digunakan oleh berbagai generasi dan menjadi bagian dari percakapan sehari-hari.
Ini menunjukkan bahwa ada perubahan dalam lingkungan bahasa Indonesia, di mana fleksibilitas dan inovasi menjadi kuncinya.
Bahasa Gaul Sebagai Cermin Budaya
Bahasa gaul digital mewakili budaya Gen Z yang mudah diakses, visual, dan cepat. Mereka tumbuh di dunia yang terkoneksi tanpa batas di mana perbedaan antara negara dan negara lain semakin kabur.
Mereka menjembatani perbedaan ini dengan menggunakan bahasa gaul digital, yang membuat komunikasi menjadi ringkas, ekspresif, dan penuh warna.
Sebagian orang mungkin melihat fenomena ini sebagai trend sementara. Namun, lebih lanjut, bahasa gaul digital sebenarnya merupakan sisa sejarah komunikasi.
Bahasa ini menggambarkan sifat generasi yang inovatif, fleksibel, dan selalu terhubung, terlihat dari komentar di media sosial, meme, dan ruang percakapan online.
Istilah-istilah gaul yang dianggap khas Gen Z mungkin tidak lagi terdengar asing di masa mendatang.
Bahasa menjadi bagian dari bahasa sehari-hari ketika digunakan oleh orang-orang dari semua usia dan konteks.
Jika saat itu tiba, akan jelas bahwa Generasi Z telah berhasil menciptakan lingkungan komunikasi baru yang menggambarkan budaya digital mereka.
Penulis: Putri Mega Safithrih