Ikom.umsida.ac.id – Bukan cuma bisa ngomong, banyak orang masih menganggap mahasiswa ilmu komunikasi hanya pandai berbicara atau public speaking. Padahal, kenyataannya jauh lebih kompleks.
Dunia industri saat ini membutuhkan lulusan komunikasi yang serba bisa, bukan hanya mahir berkata-kata, tetapi juga mampu menyampaikan pesan secara strategis melalui berbagai platform dan media.
Di era digital ini, komunikasi bukan hanya soal lisan dan tulisan, tapi juga soal bagaimana mengemas pesan menjadi menarik, mudah dicerna, dan tepat sasaran. Itu sebabnya, industri menuntut lebih dari sekadar kemampuan presentasi di depan kelas.

Mahasiswa komunikasi perlu memperkuat berbagai aspek keterampilan, mulai dari berpikir kritis, kreativitas, hingga penguasaan teknologi komunikasi.
Skill seperti menulis konten untuk media digital, membuat narasi brand, merancang strategi media sosial, hingga memahami data audiens adalah hal-hal yang kini dicari oleh banyak perusahaan.
Tidak heran jika posisi seperti content creator, digital strategist, hingga social media analyst kian populer di dunia kerja saat ini.
Baca juga: Kehidupunk: Film Mahasiswa Ikom Umsida yang Mengungkap Realitas Komunitas Punk Jalanan Sidoarjo
Ilmu Komunikasi dan Tantangan Dunia Industri Digital
Di zaman sekarang, nggak cukup cuma bisa ngomong di depan umum atau bikin makalah. Mahasiswa komunikasi dituntut buat bisa kerja dengan alat-alat digital.
Mulai dari edit video pakai CapCut atau Premiere, bikin desain di Canva atau Photoshop, sampai ngerti cara bikin caption yang nyantol di media sosial itu semua udah jadi bagian penting dari “skillset” anak komunikasi masa kini.
Perusahaan atau instansi sekarang nggak nanya, “Pernah ikut organisasi apa?”, tapi lebih ke, “Pernah pegang proyek digital apa?”.

Pengalaman bikin konten TikTok untuk UKM kampus atau pernah ngelola akun Instagram organisasi bisa jadi nilai lebih yang dilirik HRD.
Kabar baiknya, semua skill itu bisa banget dilatih sendiri. Banyak platform belajar gratis atau murah yang bisa diakses kapan pun.
Tinggal mau atau enggak. Nggak harus langsung jago, yang penting mulai dulu. Lama-lama, skill itu bakal jadi bekal yang ngebedain kamu dari pelamar lain.
Lihat juga: Lawan Rasa Takut, Tiara Eka Hidayatillah Raih Tiga Emas di POMPROV Jatim
Belajar Lewat Proyek Sendiri
Banyak mahasiswa menunggu kesempatan datang dari luar. Padahal, kesempatan bisa diciptakan dari sekarang.
Misalnya, membuat akun media sosial bertema edukasi, mengelola blog pribadi, atau merintis kanal YouTube yang membahas topik komunikasi populer.
Proyek-proyek ini tidak hanya menunjukkan inisiatif dan kreativitas, tetapi juga bisa menjadi bahan pembicaraan saat interview kerja nanti.
Mahasiswa yang pernah mengelola konten, memahami engagement, dan tahu bagaimana menjangkau audiens secara organik tentu punya nilai lebih dibanding mereka yang hanya mengandalkan teori.
Belajar dari proyek sendiri juga melatih kemandirian, ketekunan, dan problem solving.
Jika ada kesalahan dalam produksi konten, justru di situlah proses belajar paling nyata terjadi.
Kegagalan bisa menjadi pelajaran berharga untuk tumbuh lebih baik.
Dan yang tak kalah penting, proyek pribadi juga bisa membuka jalan rezeki. Banyak mahasiswa yang akhirnya mendapatkan penghasilan dari hasil karya digital mereka.
Dari endorse kecil-kecilan, jadi freelance content writer, hingga menjadi talent produksi semua bisa dimulai sejak masih kuliah.
Industri komunikasi berkembang cepat, dan mahasiswa yang ingin sukses harus beradaptasi sejak dini.
Bukan sekadar pintar ngomong atau lulus tepat waktu, tetapi juga siap secara keterampilan, kreatif, dan berani mencoba hal baru.
Skill komunikasi masa kini adalah gabungan antara kecakapan berpikir, mengolah pesan, dan kemampuan teknis dalam dunia digital.
Jadi, daripada menunggu momen setelah wisuda, lebih baik mulai sekarang.
Kampus adalah tempat aman untuk gagal dan bereksperimen. Manfaatkan waktu kuliah untuk membangun kompetensi.
Karena saat pintu dunia kerja terbuka, yang dicari bukan hanya lulusan, tapi mereka yang siap dan bisa langsung jalan.
Penulis: Firdan Isya Ghafiansyah
Penyunting: Indah Nurul Ainiyah