Ikom.umsida.ac.id – Komunikasi seharusnya jadi jembatan buat saling memahami. Tapi di hubungan yang toxic, komunikasi bisa berubah jadi senjata buat mengontrol dan memanipulasi.
Kadang kita nggak sadar, kalau cara pasangan atau lingkungan toxic berbicara dan merespons kita sebenarnya sedang membentuk pola komunikasi yang nggak sehat.
So, kita bedah yuk gimana komunikasi bisa dipelintir dalam hubungan toxic, dampaknya terhadap kesehatan mental, dan gimana cara keluar dari jeratannya.
Karena jujur, sedikit sulit berhubungan dengan pasangan atau lingkungan yang gak sehat. Saat pola otak kita belum diberi kesadaran yang tepat, kita akan semakin masuk dan selalu terjerat pada hubungan toxic yang dianggap ‘lebih mengerti’ daripada pola pikir yang sehat.
Baca juga: ‘Hah, Ngomong Apa?’ Pentingnya Komunikasi Biar Gak Salah Tangkap
Ketika Komunikasi Berubah Jadi Alat Manipulasi
Di hubungan yang sehat, komunikasi itu soal keterbukaan dan saling mendengar. Tapi di hubungan toxic, komunikasi bisa berubah jadi senjata yang melukai secara emosional.
![](https://ikom.umsida.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/toxic.png)
Bahkan dalam hubungan toxic, apa yang dianggap pelindung adalah pembunuh. Pola komunikasi ini sering kali terselubung dan nggak langsung terlihat sebagai bentuk manipulasi.
Beberapa contoh yang sering muncul di hubungan toxic meliputi:
1. Gaslighting: Pasangan atau lingkungan bikin kita ragu sama diri sendiri dengan bilang, “Kamu lebay banget sih!” atau “Itu cuma di pikiran kamu aja,” Efeknya? Kita mulai mempertanyakan realitas sendiri dan kehilangan kepercayaan diri.
2. Silent Treatment: Diam berkepanjangan buat menghukum atau bikin kita merasa bersalah tanpa alasan yang jelas. Ini bukan cuma tanda marah biasa, tapi bentuk kontrol emosional.
3. Playing Victim: Apapun yang terjadi, kita yang selalu disalahin. Mereka berperan jadi korban biar kita yang harus minta maaf.
Kita dibuat terjebak dengan pengenalan orang toxic kepada khalayak umum, sehingga kita terlihat seperti pelaku paling jahat. Lama-lama, kita merasa semua kesalahan ada di kita.
4. Overgeneralization: Kalimat kayak “Kamu tuh selalu salah ngerti aku” atau “Aku nggak pernah
penting buat kamu” bikin kita merasa nggak cukup baik dan selalu dalam posisi defensif.
5. Threats & Guilt-Tripping: Pakai ancaman halus atau rasa bersalah buat ngekontrol tindakan kita, kayak “Kalau kamu ninggalin aku, aku nggak tahu bakal gimana,” dan “Aku pegang kartu
AS kamu.”
Ini bikin kita terjebak dalam hubungan karena merasa bertanggung jawab atas emosi mereka. Semua ini bukan sekadar cara komunikasi yang buruk, tapi teknik manipulasi yang secara perlahan bisa merusak mental seseorang.
Pola ini bikin seseorang kehilangan identitas, selalu merasa nggak cukup baik, dan bahkan takut untuk berbicara jujur.
Dampak Komunikasi Manipulatif terhadap Kesehatan Mental Komunikasi toxic dalam hubungan nggak cuma bikin hubungan jadi nggak sehat, tapi juga punya dampak serius terhadap kesehatan mental.
Lihat juga: Pentingnya Membangun Citra Diri? Inilah 8 Tips Untuk Kamu Yang Sedang Ingin Membangun Citra Diri
Beberapa dampak yang sering muncul akibat komunikasi manipulatif antara lain:
1. Turunnya Kepercayaan Diri: Selalu diragukan dan disalahkan bikin kita mulai nggak percaya sama keputusan dan perasaan sendiri.
2. Overthinking Berlebihan: Karena takut salah ngomong atau takut bikin pasangan marah, kita jadi overthinking sebelum merespons.
3. Stres dan Kecemasan: Komunikasi yang penuh manipulasi bisa bikin seseorang terus merasa was-was dan takut salah.
Hal ini membuat seseorang juga dapat berubah menjadi toxic, karena keinginan berlebih untuk mendapatkan informasi dari lawan.
4. Depresi: Jika terus-menerus merasa terjebak dalam pola komunikasi yang menyudutkan, seseorang bisa merasa kehilangan harapan dan mengalami depresi.
Semakin lama kita berada dalam hubungan dengan komunikasi yang toxic, semakin sulit buat menyadari dampaknya.
Karena itu, penting buat mengenali tanda-tandanya sejak dini. Gimana Cara Keluar dari Jeratan Komunikasi Manipulatif?
Kalau kita mulai merasa komunikasi bikin capek mental dan kehilangan jati diri, ada beberapa cara buat lepas dari pola komunikasi manipulatif:
1. Sadari Polanya: Kenali apakah kita sering merasa bersalah, diragukan, atau kehilangan kepercayaan diri setelah ngobrol sama pasangan atau lingkungan.
2. Tetap Tenang & Jangan Bereaksi Instan: Manipulasi sering bekerja kalau kita langsung terpancing. Ambil waktu buat mikir sebelum merespons.
3. Tegas & Tegapkan Batas: Berani bilang “Aku nggak nyaman kalau kamu ngomong kayak gitu” atau “Aku butuh didengar juga,” Jangan biarkan batas pribadi kita dilanggar.
4. Cari Perspektif Lain: Ceritakan ke teman terpercaya atau profesional buat dapat sudut pandang yang lebih objektif.
Kadang kita butuh orang lain buat menyadarkan kalau kita sedang dimanipulasi.
5. Pertimbangkan Jarak atau Keluar dari Hubungan: Kalau komunikasi udah bikin kesehatan mental terganggu dan pasangan atau lingkungan nggak mau berubah, penting buat mempertimbangkan jarak atau bahkan keluar dari hubungan tersebut.
Komunikasi Sehat Itu Kunci
Hubungan tanpa komunikasi yang sehat lebih banyak bikin luka daripada kebahagiaan. Komunikasi harusnya jadi cara buat saling memahami, bukan senjata buat mengontrol atau menyakiti.
Kalau kita mulai merasa obrolan lebih banyak bikin bingung, rendah diri, atau terus menerus merasa salah,
mungkin sudah waktunya buat mempertanyakan, ini komunikasi atau manipulasi?
Jangan ragu buat memilih kesehatan mental dan kebahagiaan kita sendiri!
Penulis : Kiki Widyasari Hastowo