Ikom.umsida.ac.id – Setelah mengikuti konferensi internasional pada hari Jum’at (16/6), rombongan Ikom Umsida beranjak dari Pattaya menuju Bangsaen yang memamkan waktu sekitar satu jam. Mereka berangkat sekitar pukul delapan pagi yang dilanjutkan dengan kegiatan cultural exchange, yaitu pengenalan budaya lokal Thailand.
Rombongan mahasiswa akan menetap di Bangsaen selama tiga hari dua malam dengan berbagai kegiatan seperti mengenal makanan khas dan kerajinan dari negeri gajah putih ini. Di hari pertama, mereka mengunjungi suatu komunitas kearifan lokal yang mengenalkan makanan khas Thailand. Selain itu Mahasiswa juga mengikuti workshop seperti membuat kerajinan tangan dan belajar alat musik khas Thailand.
Makanan pertama dicoba oleh rombongan mahasiswa ikom bernama khanom kork. Kue manis ini sebenarnya memiliki rasa yang hampir sama dengan makanan Indonesia yakni serabi dan kue rangin. Perbedaannya, khanom kork dicetak di wajan kecil berukuran tiga cm dan memiliki topping yang beragam, seperti jagung, ketela, sampai daun bawang. Berhubung kue ini berbahan dasar kelapa dan tepung, maka rasa kue ini didominasi oleh manis dan gurih. Khanom kork merupakan salah satu dessert tradisional khas Thailand yang masih banyak ditemui di area street food atau night market.
Makanan khas Thailand berikutnya bernama thong muan. Lagi-lagi, Makanan tradisional ini berbahan dasar kelapa mengingat buah kelapa adalah salah satu ciri khas dari negara Thailand. Kue tradisional ini pun juga mirip dengan di Indonesia yakni kue jepit atau semprong. Cara pembuatannya pun mirip, dan kue ini bisa dikombinasikan dengan berbagai topping seperti labu, wijen, dan jahe.
“Pas kita dikenalin sama dessert khasnya Thailand, ternyata mirip sama Indonesia. Ada yang seperti rangin, ada juga yang kayak jepit. Itupun cara buatnya juga mirip, menarik sih bisa nemu makanan yang sama kayak Indonesia,” Ucap Annisa, salah satu peserta dalam kegiatan ini.
Tak hanya makanan, peserta juga diperkenalkan dengan kearifan lokal lainnya bersama Tagihantia Community, salah komunitas kearifan lokal di Bangsaen. Di sini, para mahasiswa diajarkan untuk membuat corak ecoprint di sebuah tas kanvas menggunakan bunga lokal dengan cara dipukul dengan bambu. Tas ini memang cantik dan bisa sesuai dengan motif yang diinginkan. Namun pembuatannya cukup tricky, bunga yang ditempelkan harus dengan posisi terbalik agar motif bunga seperti aslinya. Bunga yang sudah ditata haru segera ditutupi dengan selotip besar agar tidak tertiup angin. Cara memukulnya pun tak hanya dipukul saja, melainkan juga digesek hingga warna pada bunga terserap kain. Dikarenakan pewarna kain yang alami, maka motif pada tas ini hanya bertahan sebentar dan rawan jika dicuci dengan air.
Selanjutnya, ada kerajinan budaya musik yang mirip rebana di Indonesia. Rebana yang menghasilkan irama, diiringi dengan dua buah bambu kecil yang saling dipukul perlahan.
“Mungkin karena kita serumpun ya, jadi kerajinan lokal Thailand dan Indonesia tidak seberapa jauh. Di hari pertama ini belum mengalami culture shock. Cuacanya aja yang lebih panas daripada Indonesia,” Ujar peserta lain bernama Rama Sheehan.
Setelah menjelajahi budaya lokal, para peserta beranjak menuju penginapan dan persiapan untuk ke Bangkok keesokan harinya. Mereka mengikuti cultural exchange di tiga daerah yang berbeda, yakni Bansaeng, Bangkok, dan Pattaya.
(Romadhona S.)