Ikom.umsida.ac.id – Dalam dunia akademik dan riset, istilah penelitian kualitatif dan kuantitatif menjadi dua pendekatan utama yang kerap digunakan. Namun, masih banyak anggapan yang keliru tentang dua metode ini dan menimbulkan kebingungan di kalangan peneliti. Oleh karena itu, penting untuk kenali mitos dan fakta penelitian kualitatif dan kuantitatif agar proses penyusunan penelitian menjadi lebih tepat sasaran dan tidak salah jalan sejak awal.
Penelitian Kualitatif Tidak Ilmiah
Masih banyak yang mengira bahwa penelitian kualitatif tidak melibatkan angka atau statistik sehingga tidak ilmiah. Ini adalah kesalahpahaman yang cukup umum, padahal faktanya penelitian kualitatif sangat ilmiah hanya saja pendekatannya berbeda dengan kuantitatif.
Penelitian kualitatif tetap dilakukan melalui tahapan sistematis, mulai dari perumusan masalah, penentuan partisipan atau informan, pengumpulan data secara mendalam, hingga analisis dan interpretasi yang logis dan terstruktur.
Yang membedakan adalah tujuannya, dimana penelitian kualitatif berfokus untuk memahami makna, menggali perspektif, dan menelusuri pengalaman subjektif dari partisipan. Misalnya, untuk memahami bagaimana perasaan korban kekerasan dalam rumah tangga atau bagaimana budaya kerja di suatu komunitas berkembang. Pendekatan kualitatif sangat tepat karena bisa mengeksplorasi konteks, emosi, dan nilai-nilai sosial yang tidak bisa diukur dengan angka.
Validitas atau keabsahan dalam kualitatif tidak diukur dari signifikansi statistik, melainkan melalui teknik seperti triangulasi data atau membandingkan hasil dari berbagai sumber dan metode, mengkonfirmasi kepada informan, dan ketajaman analisis. Jadi, kualitatif tetap ilmiah meskipun tidak dalam bentuk angka.
Baca juga: Lupa Kata Saat Pidato Bahasa Inggris? Dosen Umsida Kini Punya Strategi Circumlocution
Penelitian Kuantitatif Lebih “Baik” karena Menggunakan Angka
Salah satu mitos terbesar adalah menganggap bahwa penelitian kuantitatif lebih unggul dibandingkan penelitian kualitatif. Hal ini karena penggunaan angka dianggap lebih objektif dan dapat diukur. Padahal faktanya, masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan fungsinya sendiri-sendiri.
Penelitian kuantitatif memang sangat berguna untuk mengukur hubungan antarvariabel, menguji hipotesis, serta menjangkau populasi yang luas. Contohnya untuk mengetahui persentase mahasiswa yang mengalami stres saat skripsi. Tapi, kuantitatif memiliki keterbatasan dalam memahami konteks atau alasan mendalam di balik fenomena itu.
Sebaliknya, jika kita ingin tahu mengapa mahasiswa mengalami stres, apa faktor pemicunya, dan bagaimana cara mereka menghadapinya, maka pendekatan kualitatif akan lebih cocok. Di sinilah terlihat bahwa dua pendekatan ini tidak bisa dibandingkan secara mutlak karena masing-masing memiliki keunggulan dan peran tersendiri.
Menganggap angka selalu objektif juga keliru. Penggunaan angka bisa menyesatkan jika cara penyusunan kuesioner, pemilihan sampel, atau interpretasi hasilnya tidak tepat. Jadi, angka bukan jaminan objektivitas, melainkan hanya alat bantu yang harus digunakan dengan hati-hati.
Sumber: Pinterest
Penelitian Kualitatif Hanya Wawancara
Mitos lain yang sering ditemui adalah anggapan bahwa penelitian kualitatif hanya dilakukan dengan wawancara. Faktanya, kualitatif memiliki beragam teknik pengumpulan data yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Selain wawancara mendalam (in-depth interview), kualitatif juga menggunakan:
- Observasi partisipatif, yakni peneliti ikut terlibat dalam aktivitas subjek untuk memahami dinamika sosial secara langsung.
- Focus Group Discussion (FGD), yang melibatkan diskusi kelompok untuk menggali pendapat, sikap, dan pemahaman dari berbagai sudut pandang.
- Studi dokumentasi, yaitu analisis terhadap dokumen, catatan, arsip, atau media yang relevan dengan topik penelitian.
Pendekatan ini memberikan keleluasaan bagi peneliti untuk mengeksplorasi suatu fenomena secara lebih dalam dan kontekstual. Justru kekuatan utama kualitatif terletak pada kemampuannya menjelaskan “mengapa” dan “bagaimana” sesuatu terjadi, bukan hanya “berapa banyak”.
Penelitian Kuantitatif Tidak Bisa Digunakan untuk Fenomena Sosial
Ada anggapan bahwa fenomena sosial tidak bisa dijelaskan dengan angka. Kenyataannya, penelitian kuantitatif justru sering digunakan dalam studi sosial, seperti survei opini publik, analisis perilaku konsumen, hingga evaluasi program kebijakan. Dengan instrumen yang tepat, pendekatan kuantitatif dapat menghasilkan temuan yang sangat kuat dan tepat.
Penelitian Kualitatif Tidak Butuh Teori
Kesalahpahaman terakhir adalah anggapan bahwa kualitatif bersifat eksploratif, maka teori tidak diperlukan. Faktanya teori justru sangat penting dalam penelitian kualitatif sebagai landasan konseptual dan alat analisis.
Teori membantu peneliti untuk:
- Menyusun kerangka berpikir dalam memahami fenomena.
- Memilih metode pengumpulan data yang sesuai.
- Menganalisis dan menafsirkan data dengan sudut pandang tertentu.
Misalnya, teori dramaturgi dari Erving Goffman sering digunakan dalam studi kualitatif yang menganalisis perilaku manusia dalam konteks sosial, seperti cara seseorang memainkan peran di media sosial. Tanpa menggunakan teori, penelitian akan cenderung dangkal dan deskriptif semata.
Lihat juga: Mitos dan Fakta : Stereotip Anak Ikom
Hanya Boleh Menggunakan Satu Metode Penelitian Saja
Salah satu mitos yang cukup membatasi kreativitas peneliti adalah anggapan hanya boleh memilih satu metode pendekatan saja, antara kualitatif atau kuantitatif. Padahal kenyataannya, mixed methods justru semakin populer dan kuat secara analisis.
Faktanya, menggabungkan dua pendekatan bisa memberi hasil penelitian yang lebih komprehensif. Kamu bisa menggunakan pendekatan kualitatif untuk menggali isu dan memahami konteksnya, lalu melanjutkan dengan kuantitatif untuk mengukur seberapa besar fenomena itu terjadi di lapangan atau sebaliknya.
Pendekatan gabungan ini sangat cocok untuk penelitian-penelitian kompleks seperti studi perilaku masyarakat, riset kebijakan publik, atau riset pemasaran strategis. Jadi, tidak perlu bingung lagi karena kamu boleh dan bisa menggunakan keduanya dalam satu penelitian.
Kapan Dapat Menggunakan Kualitatif atau Kuantitatif?
Memilih antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif sangat tergantung pada pertanyaan riset. Jika ingin memahami “mengapa” dan “bagaimana” suatu fenomena terjadi, maka kualitatif adalah pendekatan yang cocok. Jika ingin mengetahui “berapa banyak” atau menguji hubungan antar variabel, maka kuantitatif lebih tepat.
Tidak ada metode yang lebih baik atau lebih buruk. Penelitian kualitatif dan kuantitatif punya keunggulan masing-masing dan bisa dipilih sesuai kebutuhan riset. Dengan mengenali mitos dan fakta seputar penelitian kualitatif dan kuantitatif, kamu bisa lebih cermat dalam memilih metode yang sesuai dengan topik dan tujuan penelitian.
Jangan sampai metode yang kamu pilih malah bikin risetmu melenceng dari tujuan awal, karena semakin kamu memahami karakteristik dan kekuatan masing-masing pendekatan, maka akan semakin besar kemungkinan kamu menghasilkan penelitian yang relevan, tajam, dan bermanfaat.
Penulis : Asmaul Khusna Tri Wulan Juli