Ikom.umsida.ac.id – Pimpinan Pusat Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia menyelenggarakan seminar kebangsaan untuk merefeksikan diri kembali mengingat sejarah.
Acara ini bertema “Kembali ke Jati Diri Bangsa Indonesia, Merajut Nusantara Menuju Perdamaian Dunia” di Graha Samudra Bumimoro, Surabaya, pada Minggu (10/11/2024).
Acara ini dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Ikom Umsida), dengan tujuan memperkuat semangat kebangsaan melalui refleksi mendalam terhadap sejarah, identitas, dan nilai-nilai kebangsaan yang berakar pada Pancasila.
Dengan tagline “Dijiwai Manunggalnya Keimanan dan Kemanusiaan,” seminar ini mengajak peserta merenungkan kembali jati diri bangsa Indonesia melalui pemahaman mendalam tentang sejarah, nilai-nilai Pancasila, dan refleksi terhadap perjalanan bangsa.
Dasar filosofis kegiatan ini merujuk pada sila-sila Pancasila, yang menitikberatkan pada keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.
Prof. Anhar Gonggong: Peran Sejarah dalam Jati Diri Bangsa
Prof. Dr. Anhar Gonggong, sejarawan senior yang hadir sebagai keynote speaker, menegaskan pentingnya sejarah dalam membangun dan menjaga identitas bangsa. “Kita berutang kemerdekaan pada para pahlawan bangsa Indonesia, jadi bagaimana kita bisa membayarnya sekarang?” ujar Prof. Anhar. Pernyataan ini menunjukkan kewajiban setiap bangsa untuk menghormati jasa para pahlawan sebagai wujud penghargaan atas pengorbanan mereka.
Prof. Anhar menekankan bahwa sejarah bukan sekadar catatan masa lalu, tetapi juga landasan untuk memperkokoh kepribadian bangsa. Filosofi “Jas Merah” atau “Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah” yang diungkapkan Presiden Soekarno menjadi salah satu topik utama dalam seminar.
Para pembicara menegaskan bahwa sejarah adalah akar bangsa yang harus dijaga, karena dengan memahami sejarah, generasi muda dapat melestarikan budaya dan warisan leluhur yang menjadi dasar identitas Indonesia.
“Sejarah bangsa Indonesia bukanlah hasil kerja satu tokoh saja, melainkan perjuangan kolektif yang berlandaskan intelektual dan konseptual,” ujar Prof. Anhar. Ia juga mengingatkan bahwa peran pejuang bangsa tidak hanya harus dihargai, tetapi juga harus menjadi inspirasi untuk generasi sekarang dalam menjaga keutuhan bangsa.
Baca juga: Wildan Ubaidirrohman: “Kami Siap Menjadi Generasi Pencerah”
Kritik terhadap Pemerintahan Pasca-Reformasi
Dalam seminar ini, para pembicara juga memberikan pandangan kritis terhadap perjalanan pemerintahan pasca-Reformasi. Pemerintahan Orde Baru dinilai cenderung hanya mengutamakan kepentingan pribadi, sedangkan era Reformasi meski membawa perubahan, dianggap kurang memberikan perhatian pada nilai-nilai kebangsaan.
“Sejarah seharusnya menjadi panduan dalam membangun bangsa, bukan justru dilupakan atau dipolitisasi. Tanpa pemahaman sejarah, generasi penerus bisa kehilangan arah dan identitas,” ungkap salah satu pembicara.
Lihat juga: Tantangan Mahasiswa di Era Digital: Menghadapi Perubahan dan Peluang
Tantangan Generasi Muda dalam Menjaga Keutuhan Bangsa
Seminar ini juga mengangkat kutipan terkenal dari Presiden Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri,” Kutipan ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini, seperti melawan ketidakadilan, kesenjangan sosial, dan ancaman internal yang dapat memengaruhi keutuhan bangsa.
Mahasiswa dan dosen yang hadir, termasuk Fika, salah satu mahasiswa Ikom Umsida, merasa seminar ini memberikan wawasan baru tentang arti kemerdekaan dan kecintaan terhadap Tanah Air. “Yang dapat diambil dari seminar kebangsaan kali ini adalah refleksi mendalam tentang apa itu arti kemerdekaan, mengingat jasa para pahlawan, dan mencintai tanah air,” ujar Fika.
Menyatukan Semangat Kebangsaan
Seminar ini diharapkan mampu membangkitkan kesadaran generasi muda akan pentingnya menghormati perjuangan para pahlawan dan nilai-nilai kebangsaan yang diilhami oleh Pancasila. Lebih dari sekadar pengetahuan, peserta diajak untuk merasakan “rasa” yaitu kecintaan terhadap bangsa, dan “karsa” yaitu kehendak kuat untuk menjaga keutuhan bangsa.
Melalui refleksi sejarah dan kebangsaan ini, generasi muda diingatkan bahwa perjuangan untuk menjaga jati diri bangsa di era globalisasi adalah tugas bersama. Seminar ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga sebuah pengingat bahwa mencintai Tanah Air berarti memahami dan menjaga sejarah serta nilai-nilai luhur bangsa.
Penulis: Indah Nurul Ainiyah